Kabupaten Cianjur, adalah sebuah
kabupaten di
Provinsi Jawa Barat,
Indonesia. Ibukotanya terletak di kecamatan
Cianjur. Kabupaten ini berbatasan dengan
Kabupaten Bogor dan
Kabupaten Purwakarta di Utara ,
Kabupaten Bandung,
Kabupaten Bandung Barat, dan
Kabupaten Garut di timur,
Samudra Hindia di selatan, serta
Kabupaten Sukabumi di barat.
Pembagian
Administratif
Kabupaten Cianjur terdiri atas 32
Kecamatan, 342
Desa dan 6
Kelurahan.Pusat pemerintahan di Kecamatan
Cianjur.
Topografi
Sebagian besar wilayah Cianjur adalah
pegunungan, kecuali di sebagian
pantai selatan berupa dataran rendah yang sempit.
Lahan-lahan
pertanian tanaman
pangan dan
hortikultura,
peternakan,
perikanan,
perkebunan dan
kehutanan
merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat. Keadaan itu ditunjang
dengan banyaknya sungai besar dan kecil yang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber daya pengairan tanaman pertanian. Sungai terpanjang di Cianjur
adalah
Sungai Cibuni, yang bermuara di
Samudra Hindia.
Dari luas wilayah Kabupaten Cianjur 350.148
hektar, pemanfaatannya meliputi 83.034 Ha (23,71 %) berupa
hutan produktif dan
konservasi,
58,101 Ha (16,59 %) berupa tanah pertanian lahan basah, 97.227 Ha
(27,76 %) berupa lahan pertanian kering dan tegalan, 57.735 Ha (16,49 %)
berupa tanah perkebunan, 3.500 Ha (0,10 %) berupa tanah dan
penggembalaan / pekarangan, 1.239 Ha (0,035 %) berupa tambak / kolam,
25.261 Ha (7,20 %) berupa pemukiman / pekarangan dan 22.483 Ha (6.42 %)
berupa penggunaan lain-lain.
Asal mula
Raden Djajasasana putra Aria Wangsa Goparana dari Talaga keturunan
Sunan Talaga, dengan membawa 100 cacah (rakyat) ditugaskan untuk membuka
wilayah baru yang bernama Cikundul. R. Djajasasana kemudian berhasil
menahan serangan Banten dalam mempertahankan wilayahnya sehingga beliau
dianugerahi gelar panglima (Wira Tanu). Sehingga beliau akhirnya dikenal
dengan gelar Raden Aria Wira Tanu
Aria Wangsa Goparana kemudian mendirikan Nagari Sagara Herang dan
menyebarkan Agama Islam ke daerah sekitarnya. Sementara itu Cikundul
yang sebelumnya hanyalah merupakan sub nagari menjadi Ibu Nagari tempat
pemukiman rakyat Djajasasana. Beberapa tahun sebelum tahun 1680 sub
nagari tempat Raden Djajasasana disebut Cianjur
(Tsitsanjoer-Tjiandjoer).
[3]
Regent Cianjur dan isterinya naik mobil di depan kediaman mereka pada tahun 1920-an
Filosofi
Cianjur memiliki filosofi yakni
NGAOS,
MAMAOS dan
MAEN PO yang mengingatkan pada kita semua tentang 3 (tiga) aspek keparipurnaan hidup.
- NGAOS adalah tradisi mengaji yang mewarnai suasana dan nuansa Cianjur dengan masyarakat yang dilekati dengan keberagamaan. Citra
sebagai daerah agamis ini konon sudah terintis sejak Cianjur lahir
sekitar tahun 1677 dimana wilayah Cianjur ini dibangun oleh para ulama dan santri tempo dulu yang gencar mengembangkan syiar Islam. Itulah sebabnya Cianjur juga sempat mendapat julukan gudang santri dan kyai sehingga mendapat julukan KOTA SANTRI. Bila di tengok sekilas sejarah perjuangan di tatar Cianjur jauh sebelum masa perang kemerdekaan, bahwa kekuatan-kekuatan perjuangan kemerdekaan pada masa itu tumbuh dan bergolak pula di pondok-pondok pesantren.
Banyak pejuang-pejuang yang meminta restu para kyai sebelum berangkat
ke medan perang. Mereka baru merasakan lengkap dan percaya diri
berangkat ke medan juang setelah mendapat restu para kyai.
- MAMAOS adalah seni budaya yang menggambarkan kehalusan budi dan rasa menjadi perekat persaudaraan dan kekeluargaan dalam tata pergaulan hidup. Seni mamaos tembang sunda Tembang Cianjuran
lahir dari hasil cipta, rasa dan karsa Bupati Cianjur R. Aria Adipati
Kusumahningrat yang dikenal dengan sebutan Dalem Pancaniti. Ia menjadi
dalem tatar Cianjur sekitar tahun 1834-1862. Seni mamaos ini terdiri
dari alat kecapi indung (Kecapi besar dan Kecapi rincik (kecapi kecil)
serta sebuah suling yang mengiringi panembanan atau juru. Pada umumnya
syair mamaos ini lebih banyak mengungkapkan puji-pujian akan kebesaran
Tuhan dengan segala hasil ciptaan-Nya.
- Sedangkan MAEN PO adalah seni bela diri pencak silat
yang menggambarkan keterampilan dan ketangguhan. Pencipta dan penyebar
maenpo ini adalah R. Djadjaperbata atau dikenal dengan nama R. H.
Ibrahim, aliran ini mempunyai ciri permainan rasa yaitu sensitivitas
atau kepekaan yang mampu membaca segala gerak lawan ketika anggota badan
saling bersentuhan. Dalam maenpo dikenal ilmu Liliwatan (penghindaran)
dan Peupeuhan (pukulan).
Apabila filosofi tersebut diresapi, pada hakekatnya merupakan symbol
rasa keber-agama-an, kebudayaan dan kerja keras. Dengan keber-agama-an
sasaran yang ingin dicapai adalah terciptanya keimanan dan ketaqwaan
masyarakat melalui pembangunan akhlak yang mulia. Dengan kebudayaan,
masyarakat cianjur ingin mempertahankan keberadaannya sebagai masyarakat
yang berbudaya, memiliki adab, tatakrama dan sopan santun dalam tata
pergaulan hidup. Dengan kerja keras sebagai implementasi dari filosofi
maenpo, masyarakat Cianjur selalu menunjukan semangat keberdayaan yang
tinggi dalam meningkatkan mutu kehidupan. Liliwatan, tidak semata-mata
permainan beladiri dalam pencak silat, tetapi juga ditafsirkan sebagai
sikap untuk menghindarkan diri dari perbuatan yang maksiat. Sedangkan
peupeuhan atau pukulan ditafsirkan sebagai kekuatan di dalam menghadapi
berbagai tantangan dalam hidup.
Beras Pandan Wangi
Pandan Wangi merupakan satu-satunya beras wangi beraroma pandan yaitu
beras yang merupakan satu-satunya beras terbaik yang tidak ditemukan di
daerah lain dan menjadi khas Cianjur. Rasanya enak (pulen) dan harganya
pun relatif lebih tinggi dari beras biasa. Di Cianjur sendiri,
pesawahan yang menghasilkan beras asli Cianjur ini hanya di sekitar
Kecamatan
Warungkondang, Cianjur,
Cugenang, Cianjur
dan sebagian Kecamatan Cianjur. Luasnya sekitar 10,392 Ha atau 10,30%
dari luas lahan persawahan di Kabupaten Cianjur. Produksi rata-rata per
hektar 6,3 ton dan produksi per-tahun 65,089 ton. Kecamatan
Pacet dan
Cipanas menghasilkan sayur-sayuran antara lain
Wortel,
daun bawang,
Brocoli,
Buncis,
Kol,
Terung, Aneka
Cabe,
Kailan,
Bit,
Paprika merah & hijau,
Jagung manis,
Tomat,
Poling,
Jamur,
Selada,
Timun Jepang dan lain lain.
Ayam Pelung
Ayam pelung merupakan
ayam peliharaan asal Cianjur, sejenis ayam asli Indonesia dengan tiga sifat
genetik.
Pertama suara berkokok yang panjang mengalun. Kedua pertumbuhannya
cepat. Ketiga postur badan yang besar. Bobot ayam pelung jantan dewasa
bisa mencapai 5 - 6 kg dengan tinggi antara 40 sampai 50 cm. Nama ayam
pelung berasal dari bahasa sunda Mawelung atau Melung yang artinya
melengkung, karena dalam berkokok menghasilkan bunyi melengkung juga
karena ayam pelung memiliki leher yang panjang dalam mengahiri suara /
kokokannya dengan posisi melengkung. Ayam pelung merupakan salah satu
jenis ayam lokal indonesia yang mempunyai karakteristik khas, yang
secara umum ciri ciri ayam pelung dapat digambarkan sebagai berikut :
- Badan: Besar dan kokoh (jauh lebih berat / besar dibanding ayam lokal biasa)
- Cakar: Panjang dan besar, berwarna hitam, hijau, kuning atau putih
- Pial: Besar, bulat dan memerah
- Jengger: Besar, tebal dan tegak, sebagian miring dan miring, berwarna merah dan berbentuk tunggal
- Warna bulu: Tidak memiliki pola khas, tapi umumnya campuran merah
dan hitam ; kuning dan putih ; dan atau campuran warna hijau mengkilat
- Suara: Berkokok berirama, lebih merdu dan lebih panjang dibanding ayam jenis lainnya.
Demografi
Kabupaten Cianjur, menurut
Sensus
Penduduk 2000, berpenduduk 1.931.480 jiwa, terdiri dari penduduk
laki-laki sebanyak 982.164 jiwa dan perempuan 949.676 jiwa dengan laju
pertumbuhan penduduk 2,23 %.
Kecamatan
yang jumlah penduduknya terbesar adalah Kecamatan Pacet sebanyak
170.224 jiwa dan Kecamatan Cianjur sebanyak 140.374 jiwa. Kecamatan
lainnya yang jumlah penduduknya diatas 100.000 jiwa adalah Kecamatan
Cibeber (105.0204 jiwa), Kecamatan Warungkondang (101.580 jiwa) dan
Kecamatan Karangtengah (123.158 jiwa). Kecamatan yang jumlah penduduknya
terkecil adalah Kecamatan
Cikadu
sebanyak 36.212 jiwa. Kecamatan lainnya yang jumlah penduduknya antara
40.000 - 50.000 jiwa adalah Kecamatan Sindangbarang, Takokak, dan
Sukanagara.
Ekonomi
Lapangan pekerjaan penduduk Kabupaten Cianjur di sektor pertanian
yaitu sekitar 62.99 %. Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar
terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yaitu sekitar 42,80 %.
Sektor lainnya yang cukup banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor
perdagangan dan jasa yaitu sekitar 14,60%. dan pengiriman pembantu 30%
Kepadatan penduduk
Dengan kepadatan penduduk tidak merata:
- 63,90 % di wilayah utara dengan luas wilayah 30,78 %
- 19,19 % di wilayah tengah dengan luas wilayah 28,25 %
- 17,12 % di wilayah selatan dengan luas wilayah 40,70 %
Agama
Penduduk Kabupaten Cianjur dikenal sebagai masyarakat yang religius
dengan mayoritas penduduknya memeluk agama Islam yang mencapai 98 %,
sedangkan penduduk non muslim mencapai 2 %, dengan rincian sebagai
berikut:
- Penduduk beragama Islam = 1.893.203 orang (98 %)%
- Penduduk beragama Kristen = 32.841 orang (1,7 %)
- Penduduk beragama Budha dan Hindu = 5.796 orang ( 0,3 %)
Tingkat partisipasi usia sekolah
- Angka Partisipasi Kasar SD/MI Tahun 2000 mencapai 84,52 %
- Angka Pastisipasi Kasar SMP mencapai 38,50 %
- Angka Partisipasi Kasar SMA mencapai 11,98 %
- Angka Partisipasi Kasar KULIAH mencapai 20,18 %
Indikasi peningkatan derajat kesehatan masyarakat
- Angka Kematian Ibu (AKI) saat ini mencapai 373 per 100.000 kelahiran , turun dari keadaan tahun-tahun sebelumnya sebesar 420 per 100.000 kelahiran.
- Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai 62,00 per 1.000 kelahiran hidup,
turun dari keadaan tahun-tahun sebelumnya sebesar 65,38 per 1.000
kelahiran hidup.
- Angka Harapan Hidu (AHH) mencapai rata-rata 66,45 tahun, naik dari keadaan tahun-tahun sebelumnya sebesar 62 tahun.
Sumber: Pemerintah Kabupaten Cianjur
Transportasi
Ibukota kabupaten Cianjur dilintasi jalan nasional (
Jakarta-
Bogor-
Bandung), serta jalur kereta api Jakarta-Bogor-
Sukabumi-Cianjur.
Perjalanan ke Cianjur biasanya ditempuh melalui jalan darat, jika dari Jakarta bisa melewati jalur
Puncak, jalur Sukabumi atau jalan alternatif melalui
Jonggol
Wisata
Objek wisata yang ditawarkan : Pantai Jayanti, Taman Bunga Nusantara, Kebun Raya Cibodas, Situs Megalitikum
Gunung Padang,
Gunung Gede,
Gunung Pangranggo, dan Air terjun Kab. Cianjur.
Bupati/Dalem
- R.A. Wira Tanu I (1677-1691)
- R.A. Wira Tanu II (1691-1707)
- R.A. Wira Tanu III (1707-1727)
- R.A. Wira Tanu Datar IV (1727-1761)
- R.A. Wira Tanu Datar V (1761-1776)
- R.A. Wira Tanu Datar VI (1776-1813)
- R.A.A. Prawiradiredja I (1813-1833)
- R. Tumenggung Wiranagara (1833-1834)
- R.A.A. Kusumahningrat (Dalem Pancaniti) (1834-1862)
- R.A.A. Prawiradiredja II (1862-1910)
- R. Demang Nata Kusumah (1910-1912)
- R.A.A. Wiratanatakusumah (1912-1920)
- R.A.A. Suriadiningrat (1920-1932)
- R. Sunarya (1932-1934)
- R.A.A. Suria Nata Atmadja (1934-1943)
- R. Adiwikarta (1943-1945)
- R. Yasin Partadiredja (1945-1945)
- R. Iyok Mohamad Sirodj (1945-1946)
- R. Abas Wilagasomantri (1946-1948)
- R. Ateng Sanusi Natawiyoga (1948-1950)
- R. Ahmad Suriadikusumah (1950-1952)
- R. Akhyad Penna (1952-1956)
- R. Holland Sukmadiningrat (1956-1957)
- R. Muryani Nataatmadja (1957-1959)
- R. Asep Adung Purawidjaja (1959-1966)
- Letkol R. Rakhmat (1966-1966)
- Letkol Sarmada (1966-1969)
- R. Gadjali Gandawidura (1969-1970)
- Drs. H. Ahmad Endang (1970-1978)
- Ir. H. Adjat Sudrajat Sudirahdja (1978-1983)
- Ir. H. Arifin Yoesoef (1983-1988)
- Drs. H. Eddi Soekardi (1988-1996)
- Drs. H. Harkat Handiamihardja (1996-2001)
- Ir. H. Wasidi Swastomo, Msi (2001-2006)
- Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, MM (2006-2016)
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Cianjur